ADAT
BAK PO TEUMEUREUHOM
Diartikan kedalam bahasa Indonesia:
Adat dipegang oleh PO TEUMEUREUOM.Maksudnya adalah sebuah kehormatan
pada orang yang telah meninggal dunia
(Wafat) yaitu almarhum Sultan Iskandar
Muda
Sultan
Iskandar Muda adalah sebagai lambanng dari
pemegang kekuasaan dalam pemerintahan kerajaan Aceh Darussalam yang adil
dan makmur dimasa jayanya.Dalam pemerintahan yang demokrasinya yang seperti
sekarang ini dinamakan pelaksana pemerintahan dan pemegang kekuasaan
Eksekutif(simbol adat).
HUKUM
BAK SYIAH KUALA
Adapun
maksud dari kalimat hukum bak Syiah Kuala adalah sebagai simbol
keadilan,kejujuran dan keagamaan.Ungkapan tersebut disandarkan kepada politikus
agung, ahli pikir serta negarawan yang terkenal yaitu : SYEKH ABDUR RAUF yang
makamnya terletak di kuala krueng Aceh,karena
itu disebut Syiah Kuala.Syekh Abdur
Rauf terkenal dengan sebutan Kadi Malikul Adil Mufti
Kerajaan. Dalam pelaksanaan pemerintahan kerajaan Darussalam,Syiah Kuala
sebagai pemegang kekuasaan pelaksanaan hukum,yang dalam negara demokrasi
disebut Yudikatif.Kerajaan Aceh
Darussalam dimasa pemerintahan Sultan Iskandar Muda adalah Kerajaan Islam,oleh karena itu hukum yang berlaku adalah Hukum Islam,karena Syekh Abdur Rauf
adalah seorang Ulama FIQH,dan
sebagai Mufti Kerajaan Kadi Malikul Adil,oleh
karenaa itulah hukum disimbolkan kepadanya,yaitu :Hukum Bak Syiah Kuala.
QANUN
BAK PUTROE PHANG
Qanun
artinya adalah Undang-Undang.Undang
–Undang dibuat oleh Musyawarah
Pengadilan Rakyat atau Mahkanah
Rakyat,pada masa sebelum Sultan Iskandar Muda menjadi Raja,Mahkamah Rakyat
tersebut belum terbentuk dalam Kerajaan Aceh.Setelah Sultan Iskandar Muda berkuasa,atas
saran dan prakarsa dari permaisuri Sultan yang berada dari Kerajaan Pahang yang bernama Putri Kamaliah,maka terbentuklah Mahkamah Rakyat,Mahkamah Rakyat
bila kita ambil persamaannya dalam pemerintah demokrasi sekarang adalah Dewan
Perwakilan Rakyat.sedangkan
Qanun persamaannya sekarang adalah Undang-Undang.
Oleh
karena Putri Kamaliah yang memprakarsai terbentuknya Mahkamah Rakyat maka Putri Kamaliah dibuat sebagai simbol dari Qanun tersebut,dengan ungkapan qanun Bak Putroe Phang.
karena Putri Kamaliah yang memprakarsai terbentuknya Mahkamah Rakyat maka Putri Kamaliah dibuat sebagai simbol dari Qanun tersebut,dengan ungkapan qanun Bak Putroe Phang.
REUSAM
BAK LAKSEUMANA
Apabila
diartikan secara bebas,Reusam adalah pengurus
bidang bidang diPlomatic,keprotokolan,dan etika.Biasanya urusan keprotokolan
tersebut diurus oleh Kementerian
Pertahanan atau angkatan perang dalam kerajaan Aceh Darussalam.Pemegang
jabatan tertinggi sebagai Menteri Pertahanan ditunjuk Panglima Tertinggi Angkatan Laut,yaitu Laksamana.oleh karena itu Laksamana dilambangkan sebagai pemegang
urusan protokoler,diplomat atau
hubungan luar negeri dan etika dengan sebutan Reusam Bak Lakseumana.
PENGALIHAN
PEMBINAAN ASPEK – ASPEK ADAT
DAN
HUKUM ADAT
Pada
prinsipnya adat Aceh bersumber pada syari’at-syari’at bersumber pada Kitabullah,pada umumnya Adat Aceh sesuai
syari’at islam hanya beberapa aspek kecil saja yang diperlukan modifikasi.Adat
Aceh merupakan hukum,aturan tata tertib yang telah sudah diketahui oleh
masyarakat turun-menurun.
1.
Adat adalah
: nilai – nilai budaya aturan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
diikuti dan diamanahkan secara turun – temurun.
2.
Hukum Adat adalah : aturan atau qaidah yang mengatur perbuatan mukallaf bersendikan
syari”at islam yang dipatuhi,dihormati,diamalkan sebagai landasan dan aturan
hidup masyarakat.
3.
Adat – Istiadat : seperangkat nilai
aqidah norma dan kebijaksanaan yang tumbuh dan berakar,dihayati,diamalkan dalam
masyarakat Aceh.
HUKUM ADAT DAPAT DIBAGI DALAM BEBERAPA MACAM YAITU :
a.
Adatullah : Adat – Istiadat yang bersumber dari Alquran juga disebut dengan hukum Patollah.
b. Adat Sunnah : Adat yang
bersumber dari Rasul (aturan Rasul).
c. Adat Tunnah : Adat yang
bersumber pada Qanun dan Reusam yang disetujui pemuka adat dan ulama.
d. Adat Muhakamah : Adat yang berasal dari putusan – putusan
musyawarah orang bijak (ureung patot)yang kemudian diterima secara umum oleh
masyarakat.
e. Adat Jahiliah : Aturan dan
norma – norma yang hidup masa – masa lalu yang kadang kala disamping baik
banyak juga yang berbeda atau bertentangan dengan hukhm islam.
CATATAN :
a.
Qanun : seperangkat hukum peraturan perundang
– undangan yang disusun baik dan rapi sebagai pedoman dan pegangan pemerintah
dan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam.
b.
Reusam : segala peraturan yang telah
ditetapkan dengan musyawarah orang terkemuka (ureung Patot) yang diterapkan
dalm masyarakat dan setiap yang melanggarnya,meremehkan akan dikenakan sanksi
yang setimpal.
STRATEGI
UMUM PENGEMBANGAN PENERAPAN HUKUM ADAT DARI SUDUT UUPA NO.11 TAHUN 2006
Masyarakat
Aceh memiliki aneka ragam Adat dan salah satu warisannya adalah Adat yang
berfungsi untuk menyelesaikan sengketa sesama warga masyarakat (lokalitas
gampong).
Digampong disebut dengan Peradilan Adat
Gampong dan di Mukim disebut
dengan Peradilan Adat Mukim.
Qanun No.5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong,Keuchik
diberikan wewenang sebagai Hakim
Peradilan Gampong demikian juga ditingkat Mukim sesuai dengan Qanun No.4 tahun 2003.
Berdasarkan
UUPA NO.11 Tahun 2006 bab 7 Pasal 98
tentang Lembaga Adat.
1.
Lembaga Adat berfungsi dan
berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan Aceh dan Kabupaten / Kota dibidang keamanan,ketentuan, kehukuman
dan ketertiban masyarakat.
2. Penyelesaian masyarakat sosial kemasyarakatan secara Adat ditempuh
melalui Lembaga Adat.
3.
Lembaga Adat sebagaimana dimaksud
adalah meliputi :
1)
Majelis Adat Aceh
2)
Mukim : adalah kesatuan
masyarakat Hukum Adat dalam wilayah
NAD yang terdiri beberapa Gampong yang mempunyai batas – batas wilayah
tertentu.
3)
Imam Mukim :adalah Kepala Mukim dan Pemangku
Adat di Kemukiman.
4)
Tuha Papan : adalah suatu Badan
Kelengkapan Gampong dan Mukim yang terdiri dari unsur Pemerintah,unsur
Agama,unsur pimpinan Adat,pemuka masyarakat,unsur cerdik – pandai unsur
pemuda/wanita dan unsur kelompok organisasi masyarakat.
5)
Gampong : adalah suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat yang terendah dan
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri.
6)
Geuchik : adalah Orang yang
dipilih dan dipercaya oleh masyarakat serta diangkat oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Kota untuk memimpin Pemerintahan Gampong.
7)
Tuha Peut : adalah suatu badan kelengkapan Gampong dan
Mukim yang terdiri dari unsur Pemerintahan,unsur Agama,unsur Pimpinan
Adat,unsur cerdik – pandai yang berada
di Gampong dan Mukim yang berfungsi memberi nasehat kepada keuchik/Mukim.
8)
Imum Meunasah : adalah orang yang memimpin kegiatan
– kegiatan masyarakat di Gampong yang berkaitan dengan Bidang Agama Islam dan
pelaksanaan syari’at Islam.
9)
Kejruen Blang : adalah orang membantu Geuchik
di bidang pengaturan dan penggunaan irigasi untuk prsawahan.
10)
Panglima Laot : adalah orang yang memimpin Adat
– Istiadat,kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di penangkapan ikan di
laut,termasuk pengatur tempat/areal penangkapan ikan dan penyelesaian sengketa.
11)
Peutua Seuneubok : adalah orang yang memimpin mengatur
ketentuan – ketentuan tentang pembukaan penggunaan lahan untuk perlengkapan
perkebunan.
12)
Haria Peukan : adalah orang yang
mengatur ketertiban,keamanan dan kebersihan pasar serta mengutip retribusi
pasar Gampong.
13)
Syahbandar : adalah orang yang
memimpin mengatur hambatan kapal/perahu lalu lintas keluar dan masuk
kapal/perahu dibidang angkutan laut,sungai dan danau.
Peradilan Adat Gampong dan
Mukim dilaksanakan oleh Hakim Kolegial
yaitu : sekelompok orang yang karena jabatannya duduk sebagai Hakim.
Syarat
orang disebut Hakim ialah :
A.
Dalam memutuskan suatu perkara
harus didukung oleh bukti yang menguatkan.
B.
Orang yang bersifat jujur dan
tidak memihak dalam menyelesaikan suatu perkara.
Proses Penyelesaian Perkara
Prosesnya
jelas dan sederhana,mengikuti prinsip :
a.
Thesa : Menyampaikan Argumentasi
b.
Sinthesa :Membantah Argumentasi
c.
Antithesa :Menyimpulkan untuk
mewujudkan dalam putusan
Tahap Penyelesaian Perkara
Ø
Tahapan itu diadakan dengan maksud
agar Hakim maupun para pihak mempunyai kesempatan mengkaji perkara yang
dihadapi secara mendalam.
Tahap – Tahapnya sebagai
berikut :
1. Penerimaan Perkara
2. Keuchik / Kepala Desa,memberitahukan kepada anggota fungsionaris (Hakim Peradilan)
3. Mendengar keterangan dari pihak yang bersengketa
4. Penentuan bentuk penyelesaian dan sanksinya.
Ø
Dalam mencari penyelesaian masing
– masing anggota Fungsionaris mengingat – ingat kasus yang sama,serta bentuk
penyelesaiannya.
Ø
Pinsip sesama tugas peradilan adat
adalah memberi keadilan dengan cara menyelesaikan perkara.
A. PENYELESAIAN PERKARA
DIARAHKAN KEPADA KERUKUNAN
Hadih Maja :Uleu bak mateeranteng bek patah.Artinya
: Hukum harus ditegakkan,akan tetapi janganlah dengan putusan itu
menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
B.
PENYELESAIAN PERKARA DILAKUKAN DENGAN KOMPROMI
Ø Hadih Maja : Tatariek
Panyang,Talinteung Paneuk
Ø Setiap persoalan apabila diperpanjang akan panjang dan apabila
diperpendek maka akan pendek
Ø Sedikit masalah masing – masing pihak
Ø Pihak yang bersengketa dapat memandang pihak lawan sebagai teman bukan
sebagai lawan,sehingga melahirkan sikap kompromi.
C. PENERAPAN HUKUM DILAKUKAN
BERDASARKAN KESELARASAN
Setiap
putusan yang tidak mengandung asas keselarasan akan ditolak para pihak dan
masyarakat.Putusan seperti itu akan menimbulkan ketidak seimbangan dalam
masyarakat.
D. AZAS KEPATUTAN
Apabila
seseorang terbukti bersalah,maka ia patut dihukum,apabila tidak terbukti
bersalah,maka jelas apabila dihukum,hakim yang membuat putusan seperti itu
termasuk Hakim Lalim.Tidak adil dan berindikasi
memihak.
E. PENYELESAIAN PERKARA PIDANA
DI LAKUKAN SECARA FORMAL DAN MATERIAL
Penyelesaian
secara formal adalah :
Ø Permintaan maaf
Ø Ganyi rugi
Ø Peusijuek membawa konsekuensi sosial,harkat dan martabat korban
sebagai hak azasinya dipulihkan kembali.
F. PENENTUAN BENTUK PENYELESAIAN
DAN HUBUNGANNYA
Karena
itu mengharuskan fungsionaris berkali – kali berapat untuk membahas perkara
yang akan diselesaikan.Kalau perlu dapat mengambil alih diluar Fungsional
peradilan untuk diminta pendapatnya.
G. PEMBERITAHUAN BENTUK
PENYELESAIAN DAN SANKSI ADAT
Kepada
para pihak di beri penjelasan tentang bentuk putusan,pertimbangan serta adat
yang menjadi dasar penyelesaian sengketa dan sanksinya.Namun demikian,putusan
itu boleh di terima,boleh tidak.Sebaliknya bila tidak di terima,dianjurkan akan
membawa persoalan tersebut kepengadilan Mukim.
H. PELAKSANAAN PUTUSAN
Pelaksanaan
putusan dilakukan dalam suatu sidang yang terbuka untuk :
·
Keuchik / Kepala Desa duduk ditengah
·
Pada sebelah kanan Keuchik duduk Tengku Meunasah dan sebelah kirinya
duduk anggota Tuha Peut
·
Pihak yang bersengketa dan anggota
keluarganya masing – masing duduk dibagian tengah Meunasah menghadap Keuchik /
Kepala Desa.
·
Warga Desa duduk dibelakang pihak
– pihak yang bersengketa.
I.
DAYA PAKSA PUTUSAN PERADILAN ADAT
Putusan
peradilan adat adalah Putusan Damai.Apabila
pihak yang telah menerima putusan,kemudian tidak melaksanakan putusan,maka
peradilan dapat menjatuhkan putusan baikot
Dalam
kehidupan bermasyarakat terhadap pihak yang melanggar putusan yang telah
diterimanya.Baikot tersebut dalam Bahasa Daerah disebut : Baikot Keureuja Udep dan Keureuja Mate.
Dari hasil penelitian mrnunjukkan,banyak sengketa /
perkara pidana diselesaikan di gampong- gampong,seperti ;
Ø Sengketa Rumah Tangga
Ø Sengketa Antar Keluarga
Ø Sengketa Ahli Waris / Nisab
Ø Sengketa Harta Pusaka
Ø Sengketa Yang Menimbulkan
Perkelahian
Ø Sengketa Gangguan Ternak
Ø Sengketa Pertanian/Pembagian
Air/Batas Sawah
Ø Sengketa Tanah/Batas tanah
Ø Sengketa Terjadi Pembunuhan
Ø Sengketa Penganiayaan
Ø Sengketa Asusila/Perzinahan
Ø Sengketa Pencurian
Ø Faraidh
Ø Perselisihan Antar Warga
Ø Hak Langgeh
Ø Pencurian Dalam Keluarga(max Rp.5.000.000)
Ø Harta Seharkat
Ø Pertengkaran Antar Keluarga
Ø Pencurian Ringan(Dilihat dari Besarnya Objek yang Dicuri)
Ø Pencurian ternak(yang dijaga apabila hilang boleh diselesaikan secara adat)
Ø Pelanggaran Adat Tentang
Ternak Dan Pertanian
Ø Perkelahian Anak-Anak
Ø Pembakaran Hutan(dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat)
Ø Pelecehan –
Fitnah-Hasut-pencemaran nama baik
Ø Pencemaran Lingkungan(skala ringan)
Ø Utang Piutang
Ø Ancaman(lihat dulu dari jenis ancaman)
Ø PERKARA NARKOBA
Ø PERKARA PEMBUNUHAN
Ø PERKARA PENCURIAN
Ø PERKARA PENCURIAN ANAK
Ø PERKARA MELARIKAN GADIS
DIBAWAH UMUR
Ø PERKARA TRAFIKING(PERDAGANGAN PEREMPUAN)
Ø PERKARA ILEGAL LOGGING
Ø PERKARA MAKAR NEGARA
Ø PERKARA ABORSI
Ø PERAMPOKAN
Ø PERKARA PERKELAHIAN ANAK YANG
BERAKIBAT MENINGGAL SALAH SATU PIHAK
Ø PERKARA PENCUCIAN UANG
Ø PERKARA JUDI
Ø PERKARA PEMALSUAN
Ø PERKARA PENIPUAN
Ø PERKARA PEMBUNUHAN/SENJATA
API/DAN PELEDAK
Ø LAKA LANTAS(BERAT)
Ø PENGRUSAKAN(BERAT)
Ø TERORIS
Ø PENGHINAAN KEPALA NEGARA/DAERAH
Ø PEMERKOSAAN
Ø KDRT(FISIK & PSIKIS)
KOMUNIKASI YANG DIBANGUN ANTARA POLRI DAN LEMBAGA ADAT ANTARA LAIN
Ø MEMBANGUN KERJA SAMA
Ø SALING PERCAYA MEMPERCAYAI
Ø SALING HORMAT MENGHORMATI
Ø SALING MEMBAGI INFORMASI
Ø PIHAK LEMBAGA ADAT HARUS
MELAPORKAN KEPADA POLISI KASUS YANG HENDAK DITANGANI(UNTUK MENDAPATKAN DUKUNGAN
KECUALI HAL-HAL YANG MENDESAK DAN TIDAK BERESIKO TINGGI)
KOMUNIKASI YANG HARUS DIBANGUN ANTARA APARAT – LEMBAGA ADAT PADA SAAT PENYELESAIAN
PERKARA
Ø MENYAMPAIKAN KASUS ATAU SENGKETA YANG TERJADI KEPADA APARAT PENEGAK
HUKUM
Ø APARAT PENEGAK HUKUM MEMBERI KESEMPATAN KEPADA LEMBAGA ADAT UNTUK
MENYELESAIKAN KASUS TERSEBUT
Ø PERADILAN ADAT DALAM PELAKSANAAN TUGASNYA TETAP DIPANTAU OLEH APARAT
PENEGAK HUKUM(POLRI UNTUK MENDAPATKAN DUKUNGAN)
Ø KEPUTUSAN PERADILAN ADAT GAMPONG/MUKIM HARUS DISAMPAIKAN TEMBUSANNYA
KEPADA APARAT PENEGAK HUKUM
Dari Karakter Budaya Adat Aceh,Histories,realitas sosiologi dan
dasar-dasar hukum yang berlaku bagi sistem hukum nasional dan aspek-aspek
berlakunya hukum kekhususandan keistimewaan bagi Aceh,terutama pada landasan uu no.11 thn 2006,sbb :
1.
Memberikan kepastian bahwa bagi
masyarakat Gampong dan Mukim,Hukum Adat dapat menjadi salah satu substansi
hukum nasional(Lex specialis deregat lex
generalis),yang berlaku bagi gampong dan mukim
2.
Perangkat Gampong dan Mukim
sebagai lembaga adat,dapat berfungsi sebagai hakim desa untuk menjalankan tugas-tugas
penyelesaian sengketadalam masyarakat dan keputusannya diakui sebagai keputusan
hukum yang tak dapat digugat lagi kepengadilan(nebis in idem)
3.
Ada kemungkinan perkara – perkara
berat/besar(perkara tertentu),dapat dirumuskan untuk diselesaikan pada
peradilan adat gampong
4.
Berkaitan dengan hal tersebut
diatas,demi ketertiban dan krtentraman masyarakat,kiranya perlu ada suatu payung hukum sebagai pegangan
operasional dalam bentuk MOU antara MAA,dengan KAPOLDA dan GUBERNUR selaku
Kepala Pemerintahan Aceh dan membina khidupan Peradilan Adat bersama polmas diGampong-Gampong dan Mukim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar